Sunday, August 8, 2010

Kebaikan "SUAMIKU" Hanya Kepada Orang Lain

Bagi orang lain, Mas Har ( samaran, bittersweet ) dianggapnya sebagai lelaki yang ganteng, baik, dan tegas. Namun bagiku, dia tak lebih dari seorang lelaki yang telah membuat hatiku tersiksa begitu lama.

Di luar rumah, Mas Har demikian suamiku biasa aku panggil memang terlihat sebagai lelaki yang nyaris sempurna. Selalu baik terhadap orang lain, tegas dalam memimpin. Maklum suamiku yang asli orang jawa timur adalah seorang ketua salah satu satu perkumpulan ditempat tinggal kami. Ya, sejenis organisasi kemasyarakatan gitu! Aku juga berasal dari sebuah kampung di jawa timur. Kami ketemu saat berada di sebuah pusat perbelanjaan.
Di kota Hujan ini aku bekerja sebagai penjaga sebuah toko. Namun setelah menikah, akupun berhenti bekerja.

Dikantornya juga dikenal tegas dan sangat disiplin. karena, itu, dalam waktu tidak terlalu lama, dia dipromosikan menjadi salah satu kepala bagian diperusahaan tempatnya bekerja. Dia sangat dikenal sangat memperhatikan karyawan, terutama bawahannya.

Namun itu sangat berbeda dengan apa yang dilakukannya di rumah. Dia begitu kurang perhatian. Bahkan, semua pekerjaan di kantornya selalu dibawa ke rumah. Sehingga jarang ada waktu buatku. Bahkan, setiap kali aku ajak diskusi masalah rumah tangga, dia selalu marah. " Jangan ganggu, aku lagi merampungkan pekerjaan kantor, " begitu alasannya.

Di samping itu, dia juga tak pernah memandangku sebagai isteri, seperti layaknya kebanyakan isteri orang. Bayangkan, tak pernah dia mengajakku jalan - jalan hanya untuk biting atau shoping. Sekali minta, langsung dimarahi. " Lebih baik pergi sendiri, aku sibuk, " katanya.

Hingga memiliki satu anak, sikap suamiku tak berubah. Bahkan, kepada anaknya yang kini berusia dua tahun dido kurang ada perhatian. Ketika dia mengerjakan pekerjaan kantor dan anaknya menangis, bukannya menolong tapi malah memarahinya. Aku prihatin. Padahal, saat itu aku sementara memasak.

Belakangan, sikapnya juga dibawa ke tempat tidur. Bila selesai mengerjakan pekerjaan kantor, dia langsung saja tidur. Tak pernah lagi memperhatikan aku. Menjamahkupun kini dalam beberapa bulan hanya bisa dihitung dengan jari. Itu chestnut terkadang ( maaf ) dengan cara yang terbilang kasar. Memaksa dan main pukul. Sebagai isteri, aku sangat mengharapkan belaiannya, tapi itu seakan hanya mimpi.

Kian hari, makin menjadi. Bahkan, kini sering menjelek - jelekkanku bila sudah marah. Bila aku disuruh, tapi tidak bisa, dia langsung mengejekku. " Ah, dasar wanita kampung, begitu saja tidak bisa, " katanya.

Aku betul - betul sedih. Sikapnya makin menjadi. Anehnya, sikapnya itu tidak pernah dia perlihatkan bila di luar rumah. Kalau kepada tetangga, dia begitu baik dan murah senyum. Tapi kalau kepada istri dan anaknya sendiri, jangankan senyum, menatap pun hanya kalau dia mau saja.

Entah apa yang membuatnya kini berbuat begitu. Padahal, sepertinya aku tidak pernah berbuat salah. Bahkan, aku berusaha untuk melayani dengan baik sebagai seorang isteri.

Aku juga tidak tahu harus berbuat apa. Pernah aku berpikir, jangan - jangan dia punya simpanan di luar. Hal inilah yang kini tengah aku selidiki. Kalau itu benar terjadi, duh, sungguh sakit hatiku.

Semoga saja, apa yang aku takutkan itu tak terbukti. Dengan sikap suamiku yang cuek dan meremehkanku saja sudah membuat hatiku sakit, apalagi kalau memang dia telah mendua hati. Oh, entah apa yang akan terjadi denganku. Entahlah....

No comments:

Post a Comment